Rabu, 20 Maret 2013

cinta lama part II (end)


baca cerita sebelumnya disini :)

“stop!” ucapku dengan nada keras.
“siapa sih kamu?” lanjutku yang semakin kesal dengan segala teka teki nya. ku tatap kedua matanya dengan lekat. Ada kehangatan yang aku rasakan disana.
Dia terdiam. Tetap menatapku dalam dalam. Ada nada kesedihan yang ku temukan disana. Disudut mata nya yang dibatasi oleh lensa kaca mata nya.
“aku.. aku.. seseorang yang menghilang dari hidupmu 7 tahun yang lalu” ucapnya dengan mata berbinar tetapi penuh arti meyakinkan. sosoknya tetap menatapku lebih lekat. Aku masih tetap tak mengerti. Lebih tepatnya aku tak menyangka dengan apa yang ia katakan.
“aku Wisnu, Ras. Apa kamu sudah tidak mengenalku?” tegasnya dengan melepaskan kaca mata yang melekat di wajahnya.
“wisnu? Bramantya Wisnu Prayoga” tanyaku dengan antusias
“bahkan kamu masih inget nama ku dengan lengkap” tangkas nya dengan senyum yang mengalun di bibirnya. Sangat tulus.
“kamu beneran wisnu? Wisnu yang 7 tahun lalu pindah sekolah ke Bali?” tanyaku semakin tak percaya dengan apa yang ditakdirkan Tuhan detik ini. Aku menemukan nya. aku bertemu dengan nya lagi setelah ruang rindu yang mengeropos selama itu.
“ iya benar. Aku adalah cinta pertama mu yang dulu kau tuliskan surat cinta ini” ucapnya sembari mengeluarkan secarik kertas yang sudah lusuh dari dalam tasnya. Lalu tangan nya menyodorkan kertas itu kepadaku.
“apa ini?”
“ini surat yang 7 tahun lalu kamu tulis untuk ku. Masih ingat? Surat cinta tanpa amplop” dia tertawa ringan menatap ekspresi ku yang mulai tak karuan.
“oh, iya aku masih ingat” aku tersenyum cemas. Ku buka lipatan kertas berwarna putih itu, kertas dari sobekan sebuah buku merk ‘kiky’. Aku masih ingat, itu buku matematika dulu, ketika aku kelas 1 smp. Tulisan ku yang dulu mulai terlihat dan ku baca surat itu. Tulisan ku dulu memang jelek --besar besar tak beraturan. Aku mulai tertawa kecil membaca tulisan lugu tentang cinta dari bocah usia 13 tahun itu.
“mengapa tertawa?” tanya nya.
“lucu ya dulu. Bisa bisa nya aku nulis surat seperti itu” jawabku sembari menggelengkan kepalaku seperti tak percaya.
“kok kamu masih menyimpan nya, wisnu?” tanya ku lanjut.
“karena kamu masih tersimpan dihatiku, Ras” ucapnya membuatku kaget. Tapi aku mencoba untuk tenang.
Hujan pun masih tetap memainkan nyanyian rindu nya yang bisa di dengar oleh orang-orang tertentu. Aku menengadahkan tangan, merasakan bulir bulir hujan yang membasahi telapak tangan ku dengan lembut. Mata ku melihat pemandangan sekeliling yang basah oleh hujan senja. Dan aku masih disini, berdua bersama dia.
“Laras?” panggilnya seraya menatap wajahku.
Aku menghentikan bermain hujan di telapak tanganku. Aku kembali menatap wajah itu. Sosok yang mulai berubah tampilan nya, sekarang ia memakai kacamata, mempunyai kumis tipis, dia bertambah tinggi tidak seperti dulu yang tingginya hanya lebih sedikit dariku. Dia sahabat kecilku. Sejak kelas 4 SD kita berteman. Dia pindahan dari Bali. Dulu, hari hari tak terasa ku lewati bersamanya. Seseorang yang sering menemaniku berjalan ke masjid, walaupun dia hanya melihatku. Aku juga sering menemani nya berjalan ke pura yang dekat dengan sekolahan untuk melihat dia sembayang. Lucu memang. Agama kita berbeda. Tetapi dulu kita tidak paham tentang itu.
Aku masih menatap matanya yang mulai cemas.
“kamu kuliah disini?” tanya ku mengalihkan.
“iya Laras, aku mahasiswa jurusan arsitek semester 1 disini” jawabnya
“oh. Gambarmu dari dulu bagus. Cocok kalo kamu jadi arsitek?”
“dan kamu menjadi penulis, cocok kan? itu mimpi kita dulu ya”
“hehe iya gurauan anak kecil yang masih suka berimajinasi”
“Ras, apakah yang dulu kamu tulis selama 7 tahun itu benar? Kamu menulis kamu suka dan cinta sama aku?”
“oh, iy..iy.. iya, dulu aku memang punya rasa seperti itu terhadapmu”
“maaf Ras, sebenarnya waktu kamu memberikan surat itu, aku mau pamit sama kamu. Aku pindah ke Bali karena pekerjaan ayahku yang mendesak agar menetap disana. Aku merasa bersalah sama kamu, meninggalkan mu. Dan semua kontak nomer telepon mu pun hilang. Aku takut kamu marah sama aku Ras” jelasnya panjang lebar. Aku tersenyum, tulus.
“waktu itu, keesokan harinya aku mencarimu wis, kamu tidak masuk sekolah. Aku memang kaget ketika bu Lisa berkata kamu sudah pindah sekolah ke Bali. Aku memang sempat membencimu saat itu, konyol ya? hahaha” jelasku
“sampai sekarang aku tidak berpikir itu konyol Ras, butuh bertahun tahun aku menemukan alasan untuk bertemu kamu, aku masih sama mempunyai rasa seperti dulu Ras”
“selama ini berusaha untuk kuliah satu universitas dengan mu. Aku mencari tau lewat teman dekatmu Tisa. Dan kamu tau? Aku hampir gila ketika setahun yang lalu aku tidak diterima di universitas ini. Alasanku Cuma kamu, Laras” lanjutnya panjang lebar membuat mataku mulai berkaca kaca. Aku tak bisa berkata apa apa. Hanya menatap wajahnya yang mulai tersentuh emosi.
“Laras, aku ingin mewujudkan mimpi mimpi kita dulu”
“aku nggak bisa Wisnu. Aku sudah mempunyai seseorang yang mencintaiku. Dia yang menemani ku selama kamu pergi dulu. Setelah setahun kepindahanmu. Aku bertemu dia” airmata ku mulai menetes saat itu.
“Laras?” ucapnya dengan jelas tergambar kekecewaan di wajahnya.
“maaf, aku nggak bisa meninggalkan dia, Wisnu. kita berbeda. nggak mungkin sama. dulu, kita memang anak kecil yang masih bermimpi tentang cerita dongeng. Tapi? Sekarang udah beda” jelasku tak kuat menahan tangis. Dia yang dulu aku cintai sedalam itu –cinta pertama. Kata orang cinta pertama itu susah untuk dilupakan. Ya. Memang benar. Aku mengalami hal yang seperti itu.
“oke. Aku ngerti. Anggap aja yang tadi aku tidak pernah berkata seperti itu” kata nya dengan mata yang sudah memerah.
“lupakan aku. Kamu bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari aku. Dan aku yakin. Kamu bisa mencintainya lebih dari ini” air mata ku menetes lagi. Wisnu mengusap airmata ku dengan jari-jarinya yang lembut, tulus.
“iya Ras, maafkan aku membuatmu menangis”
Dia tersenyum kepadaku. memeluk ku dengan erat. membuat ku jauh lebih tenang dan lega.
“jangan khawatir sama aku, aku baik baik saja” ujar wisnu menyakinkan.
“kita tetap sahabat kan? ” aku tersenyum kepadanya.
“iya dong” jawab wisnu dengan tertawa. Tawa nya yang selalu ku rindukan selama ini. Masih sama seperti dulu.
Aku bergegas pergi meninggalkan wisnu setelah Arya ­--kekasihku. membawakan payung menemuiku untuk menjemputku.
Aku tersenyum dan melambaikan tangan kepada Wisnu.
Wisnu memandang sosokku yang lama lama menghilang dari matanya.
Hujan senja ini benar benar memiliki kisahnya. Kisah yang sewaktu waktu aku rindukan.

Aku tak pernah menuliskan tentang perbedaan, karena perbedaan
 selalu mengingatkanku tentangmu. Dan setelah bertemu kamu,
aku cukup tau perbedaan telah membuatmu mencintaiku sedalam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar