Senin, 04 Februari 2013

cinta lama :) --- part I


aku masih sibuk menulis di buku coretan tulisanku. Tiba-tiba seketika buku ku tertetes oleh air. Pandanganku berubah menjadi gerimis seperti titik yang perlahan menjadi segerombol deras yang tak tanggung-tanggung. Aku langsung melindungi diri dan buku coretanku. Aku tak mau sampai buku itu menjadi basah, apalagi sampai terbaca oleh oranglain. Buku itu menjadi separuh jiwaku. Disana aku bisa menuangkan segala pikiranku. Tentang cinta, tentang dia yang selalu menjadi peran utama di tulisanku.
aku sudah berteduh di gazebo kampus yang tampak sepi. Mungkin karena sudah terlalu sore. Mataku masih tak bisa lepas dari tetesan air hujan. Ku tadahkan telapak tanganku untuk menyentuh tetesan lembut nya. Aku sangat menyukai hujan. Hujan memberikan arti berbeda dari setiap tetesannya yang berarti. Mungkin bahagia atau kesedihan. Hujan memiliki  resonansi yang memaksa seseorang untuk mengingat kenangan. Namun seketika langkahku terkunci dengan kehadiran seseorang disampingku. Aku tak mengenalnya, tapi aku juga tak asing dengan sosoknya. Seorang pria dengan kaca mata yang melekat di depan matanya. Dalam suasana yang dingin nya menusuk tulang seperti ini apa yang harus aku lakukan. Kami berdua tak saling membuka suara hanya lirih. Aku hanya bisa mendengar bisikan hujan dan selebihnya aku hanya bisa memandangi genangan hujan di depanku. Sampai aku merasa bosan sendiri.
“udah lama disini?” tanyanya tenang, mulai mengajakku bicara.
Aku terdiam. Bagiku itu tak penting, ini pertamakali nya aku berbicara dengan orang itu. Orang yang tidak ku kenal sama sekali, bahkan belum pernah aku lihat. Aku tetap masih menyibukkan diri dengan menatap tetesan air hujan yang semakin menderas.
“kok malah diem?” dia membuka suara lagi.
Aku masih terdiam. Tak berani menjawab. Hanya saja aku mencoba melihat wajahnya. Lalu aku masih tetap tak menjawab. Rasanya sulit untuk mengucapkan kata.
“kamu masih sama, tetap menyukai diam. Sebenarnya dunia mu yang sebenarnya itu di tulisan.” ucapnya santai.
“Kok kamu tau aku suka nulis?” aku kaget, seketika suara itu keluar tanpa sengaja.
“nggak penting sebenarnya kenapa aku tau”
“orang aneh.” Ucapku sedikit kesal. Aku penasaran dengan orang ini.
“memang aku aneh. Hahaha”  dia mulai melucu. Sebabnya menambah rasa kesalku.
Tiba-tiba matanya menatap mataku. Menatap begitu lekat. Dan aku tak bisa menghindari tatapannya. Dia seperti magnet. Memaksa mataku untuk menatap matanya. 10 detik. Waktu yang lama. Lalu ku coba untuk mengalihkan pandanganku. Sepertinya aku tak asing dengan mata itu.
“dingin?” dia memulai percakapan lagi.
Aku masih terdiam. Tak berani menjawab. Bahkan menatapnya lagi. Aku masih terperangkap oleh guratan-guratan matanya yang mengalir lembut di sudut mataku.
 “pasti dingin banget ya? Ini hujan nya nggak reda-reda. Bisa sampai malam kalo begini” ucapnya dengan suara yang kurang dari satu jam ku dengar sudah membuatku merasa nyaman.
Tiba-tiba dia memakaikan jaket nya di tubuhku. Dengan senyum yang lagi lagi tidak asing untukku. Dan lagi lagi aku hanya bisa diam dengan apa yang dia lakukan.
“makasih... ehmm....” ucapku canggung. aku lupa untuk mengetahui namanya.
“harusnya kamu nggak usah repot repot seperti ini” lanjutku
“nggak apa apa kok, perempuan memang harus selalu dilindungi kan?”
Mendengar kata itu tiba-tiba memori otakku memaksa untuk mengingatnya. Ya, -- Dia.
“oh” jawabku datar
aku menjadi semakin bingung. Ketika ingatanku tentang dia mulai muncul, cinta pertama ku. Yang selama 7 tahun ini aku tak pernah tau kabar tentang nya.
“everything gonna be oke, Laras” ucapnya yang membuatku tersontak kaget, bagaimana mungkin dia mengetahui nama ku.  Bahkan kata-kata yang keluar dari mulutnya pun seperti tak asing lagi bagiku, seperti Dia, sosok yang bernama Wisnu.
“Laras?” tanya ku dengan wajah terkejut, mencoba menahan rasa penasaran ku yang semakin membuncah oleh sosok yang berada di samping ku ini sungguh misterius.
“iya, nama mu Laras kan?”
“darimana kamu tahu?”
“bukan aku kalo nggak tau kamu hhaaha” ucapnya ringan.
“kamu anak sastra indonesia?” tanya nya lanjut
“liat kan kamu melucu!”  aku menatap matanya lekat. Ada sedikit ketakutan yang aku rasakan.
“kamu senang menulis kan?  Kamu suka sastra, kamu suka hujan, kamu suka awan, kamu suka pantai, kamu suka bukit. Dan semua yang kamu lihat di mata mu, kamu selalu mematrikan nya di dalam perasaan dan hatimu. Lalu kamu torehkan di kertas” ucapnya terus tanpa memberiku kesempatan untuk bicara.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar