Rabu, 27 Februari 2013

coretan dan fiksi



Di pojok kamar, di sudut sepi

Perlahan ku buka bingkai kepingan pilu
yang sudah lama tak ku lihat.
Perih, pedih, luka, sakit.
beginilah pilu yang aku simpan terlalu lama.
Entah sampai kapan aku harus menahan tangis.
Yang menumpuk sudah terlalu jauh.
Tertawa? Ya. Aku bisa. Tawa itu milikku.
Orang lain masih bisa melihatnya.
Oranglain melihat aku tegar.
Melihat aku kuat. Tapi apa adanya aku?
Biar.. biar.. aku egois.
Asal tidak terlihat lemah di mata mereka.
Sampai aku lelah. Sampai aku sadar.
Aku tidak seperti mereka.
Cukup !
Aku capek harus berpura-pura tegar.
Berpura-pura tidak ada duri yang diam diam menghujam ruh ini
 Tapi? Apa! Apa aku harus berteriak memberi tau semua orang?
Tidak ! Aku hanya bisa teriak memamerkan semua keresahan
Di sudut sepi berteman kecemasan.
Sampai kapan?
Apa kau ingin sampai pita suaraku habis?
Mengapa ketenangan itu begitu cepat mereda?
Mengapa kau merusak semua?
Apa dengan cara ini kau merasa puas?
Apa dengan cara ini kau merasa bahagia?
Mengapa?
Ya. Karena pemikiran mu yang ulung!
Hingga mulut mulut manis mereka memaki.
Haruskah sebuah pedang menghunus kepalamu
Wahai si pemikir ulung?
Yang berpikir dirimu selalu benar.
Yang tak mau mendengarkan oranglain.
Sampai darah terpecik di guratan pedang yang tak pernah tersentuh itu.
Dan..
Apa harus aku yang melakukannya?
Sempurna !
Ya. Tak ada lagi pilu. Tak ada lagi teriakan resah
Yang terbuang dari pita suaraku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar