baca cerita sebelumnya disini :)
“cinta itu datang dengan sederhana, walaupun ia kerap datang tak terduga”
Di balik keraguan yang menyelinap di hati, justru karena itu aku terlalu sering memikirnya, hingga timbul rasa yang disebut cinta.
Dibalik jendela kelas, aku memandang ke luar. Berharap sosoknya ada diantara mereka yang memakai seragam putih abu-abu. Sesekali dia terlihat dari kejauhan, berjalan dengan gaya langkahnya yang sudah ku kenal. Sesekali dia juga memandang ke kelasku. Sorotan matanya menuju ke jendela kelasku. Ya, sorotan mata yang aku kenal itu menuju ke arahku, dia melemparkan senyumnya yang hangat untukku. Aku balas senyumnya dengan tersipu malu, rasanya ada getaran yang aneh yang aku sendiri sudah tau apa artinya. Yang pasti aku sangat bahagia. Bahagia menjadi pilihannya, dan memilihnya.
Dia, dia, selalu dia. Tiap hari selalu hadir di pesan singkat handphone ku. Perhatiannya yang sederhana tetapi penuh makna. Lebih dari sekedar mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, mengingatkan untuk sholat, makan dan sebagainya.
Hari-hari yang aku jalani begitu indah. Aku bagai pemeran utama di film, tentang cinta, jatuh cinta. Ya, tentunya dengan dia. Sosok yang ku pilih menjadi pemeran utama di project hatiku. Memang benar, mereka bilang bulan ini bulan penuh cinta. Ya, aku mengakuinya.
Aku tak memiliki alasan mengapa aku menyukainya, dan apakah semua orang yang jatuh cinta harus selalu memiliki alasan?
Jatuh cinta itu sederhana. Sesederhana caraku mencintainya. Aku suka sederhana. Sederhana itu indah. Seindah dia yang berhasil merenggut perhatianku hanya untuknya. Untuknya, hingga yang lain ku anggap tak lebih baik darinya.
bersambung ke untuk KAMU yang ku sebut DIA (part III)